watashi no hanashi (⌣_⌣)\('́⌣'̀ )
Minggu, 22 Desember 2013
A letter, from me. For you..
Mungkin ada legenda tentang santa claus atau snow human mungkin juga vampire. Namun ada kala nya mereka nyata atau sekedar fiksi karya penulis terkenal. Ini bukan tentang legenda atau musim salju.
Namun kau lupa untuk keluar dan mengambil sepucuk surat di depan rumahmu.
Atau kau terlalu takut akan badai di luar rumah.
Itu surat dari ku. .
Berwarna abu dengan aroma musim semi. Aku membuatnya, menulisnya dengan sepenuh hati. Aroma dari surat itu takkan hilang karna badai sehari. Dengan tanda merah hati wujud kerinduan di hati. Semoga kau tersenyum saat membuka nya.
"Segeralah masuk aku takut kau kedinginan, sayang"
Ambil lah air hangat dan mungkin serobekan kecil roti untuk menemanimu atau kau ingin putarkan sebuah lagu cinta kasih. Perlahan surat itu mulai telanjang dan tampak goresan di kertasnya. Kau membaca serius, sayang itu bukan ulangan harian atau resep dokter.
Namun senyum simpul mulai muncul. Astaga, kau memeluk surat itu kuat-kuat. Kau berlari mengunci semua jendela dan pintu. Kau pun tidur bersama surat itu, yang bertanya padamu berharap padamu saat musim semi datang. Kemari lah untuk bersama ku menggiring domba atau mencari madu. Mungkin juga memancing dapat membuat mu tertawa.
Dan malam ini aku harap legenda itu nyata. Tolong bawa aku di samping nya lalu bangunkan ia "Aku ingin memeluknya" agar dia tentram malam ini.
----
Tulisan ini ditulis oleh seseorang untukku.
Andika Pratama
Sabtu, 21 Desember 2013
Sabtu, 14 Desember 2013
Sometimes, I want to feel.. What it was free?
***
Study Tour (Jambi-Jakarta-Bandung-Jogja-Jambi)
Terlebih lagi kamu, kamu orang yang tak bisa kulewatkan kehadirannya. Sosok yang selalu kunantikan. Yang selalu aku ingin berada disampingnya. Ingin sekali aku merasakan perjalanan berjam-jam bersamanya. Melihat pemandangan alam dari jendela bus. Berbicara apapun mengiringi perjalanan. Sampai pada tempat yang begitu sangat ingin aku pijakkan kakiku disana, dimana salah satu keindahan di bumi. Pantai. Kesempatan berada di bibir pantai merasakan ombak yang berderu, berpijak dengan kaki tanpa alas diatas pasir yang menghitam disapu ombak. Berjalan, berkejaran, mengabadikan momen itu dalam sebuah foto di selembar kertas dan memori otakku. Aku tidak bisa merasakan itu semua. Itu hanya sebuah lamunan yang terus berkeliaran di fantasiku. (Desember 2012)
Perkemahan (Hutan Kota, Jambi)
Dan kali ini.. Malam ini, aku ingin merasakan hangatnya api unggun dan melihat bintang bulan diatas sana, bersama kamu disampingku. Ingin menatapmu dalam gelap dan diam. Ingin merasakan hembusan angin malam selaras dengan hembusan nafasku perlahan. Ini tentu hanya khayalan ku, tak pernah jadi nyata. (Desember, 2013)
Rabu, 26 Juni 2013
R.I.P My Best Friend :'(
Dua puluh lima jam yang lalu adalah berita duka yang sangat sulit dicerna otak. Begitu terkejut antara harus percaya atau tidak. Saat beberapa selang waktu, aku berusaha memercayai hal tersebut. Aku menangis pilu dan sedikit senyum sarkatis.
Dia adalah sahabatku. Adi Septianto.
Hari itu sekitar pukul 16.00 langit berubah kelam. Angin berhembus sangat kencang, menjatuhkan dua papan baliho didepan rumah kakekku. Anginnya berhembus membuatku bergidik. Saat itu aku diteras depan. Karna angin yang terus berhembus menghalangi penglihatanku, akupun masuk kedalam rumah. Sekitar jam 16.45 hujan pun turun dengan derasnya disertai petir yang saling menyahut berkomunikasi.
17.00 adalah kejadian itu. Andai waktu dapat berpihak sedikit padanya. Andai detik itu ia tidak disana. Waktu tak bisa dijawab dan itu mungkin adalah waktunya. Dia tergeletak bersimbah darah diatas jalanan aspal yang menghitam karna tetesan hujan yang lebat. Truk LPG merah itu melaju saja tanpa ada rasa pertanggungjawaban. Dia masih memakai helm dengan wajah pucat, kaku dan darah dikepalanya. Apa yang terjadi? Malaikat telah datang menjemputnya. Waktu itu, detik itu, hujan itu, jalanan itu.
Ada rasa pedih yang amat mendalam mendengar berita itu malamnya. Berawal dariku membuka Twitter. Ada salah seorang temanku membicarakan kecelakaan. Karena aku ingin tahu, aku buka. Dan aku seperti mendapatkan tegangan listrik tinggi menghantamku. Nama itu. Sosok itu. Seseorang yang belum sempat aku temui seusai aku lulus dari SMP itu.
Seorang sahabat penuh tawa. Seorang sahabat yang sangat berarti untukku telah meninggalkan dunia ini untuk selamanya.
Bagaimanakah rasa rindu ini akan terbayar, teman? Aku tidak ingin membebanimu disana. Aku akan terus mengirimkan do'a kepadamu. Kami disini akan mendoakanmu untuk menerangimu disana. Memberikan selimut yang hangat untukmu, karna kami tau disana pasti akan lebih dingin dari kutub apapun. Semoga amal ibadahmu diterima disisi Allah Swt.
"Dalam kelepasan waktu, seperti sudah tak kutahu, banyak kosakata yang ku ucapkan dalam doaku untuk mendoakanmu."
Dari sahabatmu,
Resty Dian
Rabu, 15 Mei 2013
Pertemuan tak terduga
Aku sedang sibuk terfokus pada seseorang yang menanyakan harga obat didepanku saat ini. Sampai aku tidak melihat sekitar. Seseorang di sudut pintu menunggu dengan sabar untuk menanyakan suatu hal. Bapak paruh baya itu pun pergi setelah mendapat obatnya.
Aku berpaling pada sosok di sudut pintu tadi yang bergerak ke arahku. Aku tertegun, kaku, tidak bisa bergerak. Hanya bola mataku menatap lurus ke depan. Pikiranku sedang mencerna, pemandangan apakah yang sedang dipantulkan kedalam mataku? Dan otakku memproses. Ya, dia adalah teman sekolah dasarku yang sempat aku sukai dua tahun. Itu adalah zaman cinta monyet.
Dia berbicara, melepas tatapanku yang bingung.
"Hey teman SD" ujarnya
Aku agak lambat merespon "Eh, iya" tersenyum
"Ada obat buat kaligato res?"
"Bentar ya, aku tanya dulu" ujarku melangkah kebelakang dengan senyum yang sulit dijelaskan. Aku bertanya pada Ibu, "Bu, ada obat kaligato?"
Ibuku menjawab "Dak ada, Dian"
Aku kembali ke depan dengan rasa campur aduk yang aku tahan. Aku mulai mengumpulkan nafas untuk berbicara.
"Dak ada, van"
"Oh iyalah res" ujarnya tersenyum
"Sekarang tinggal dimana?"
"Jauh Res" dia tertawa kecil
"Ohh. ."
"Aku pulang dulu ya, Res"
"Oh, iya van"
Aku melihat punggungnya berbalik menuju motor biru hitam nya yang semakin menjauh.
Ini pertemuan yang kebetulan. Aku senang, tetapi aku sedih. Dia mengingatkan aku ke memori 6 tahun yang lalu. Ini tiga kalinya kita berbicara percakapan singkat selama rentang waktu enam tahun. Terimakasih sudah memunculkan wajahmu walau sebentar setelah lima tahun dari saat kita lulus SD.
Teruntuk teman spesialku, Ivan Hendrian Purba.
Selasa, 14 Mei 2013
Selasa, 14 Mei 2013
Waktu terasa begitu singkat. Tunggu, aku kira bukan terasa tapi memang kenyataan waktu yang aku lewati singkat, cepat. Ada yang bilang, bila melewati dengan seseorang yang spesial bagimu akan terasa begitu cepat saat kau merasa bahagia. Aku baru melihat sesuatu yang berputar dipergelangan tangan kiriku detik demi detik. Aku lihat jarumnya mengarah ke angka 3. Beberapa saat kemudian, yang aku rasa baru sebentar aku kembali melihat hal yang sama. Sekarang jarum itu dengan tegasnya menunjuk angka 7. Kemanakah waktu 20 menit itu hilang? Oleh angin? Oleh langit cerah tapi tanpa bintang, hening malam. Atau bersama percakapan kita? Bisakah sedikit perlambat laju putarmu atau terhenti sebentar agar aku bisa benar-benar merasa bahwa ini kenyataan. Aku menengadahkan kepalaku keatas menatap langit cerah tapi tanpa bintang. Bintangku ada disampingku. Aku terus menatap langit tanpa bosan.
Hari ini, waktu ini, keadaan ini. Tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Terimakasih semuanya. Untuk waktu, cerita, dan senyum kamu. Kita benar-benar menjadi apa adanya. Tanpa beban seperti anak kecil. Sederhana.
Dengan cinta,
Resty Dian Koto
Selasa, 07 Mei 2013
Arah
Januari 2014
Malam ini lumayan dingin. Tetapi sepertinya seakan dilupakan oleh orang-orang yang tengah asik meniupkan terompet, melempar kembang api dan aktivitas lainnya. Pergantian tahun baru saja dimulai beberapa menit yang lalu. Langit terus berpendar-pendar penuh cahaya yang membuat langit gelap malam itu bersinar di beberapa bagian.
"Belum laut beneran ya?" ujar sebuah suara yang sekarang berpindah berdiri disebelahku.
"Iya, tapi lumayan kok" ujarku menghadapnya sembari tertawa lebar.
Aku kembali menghadapkan pandangan kedepan. Menatap lurus kedalam riak-riak air yang menari perlahan. Lalu aku mulai mengacaukan air itu dengan satu lemparan kerikil kecil ditanganku.
"Gy...." tanyaku tetap melihat air yang hitam karena tak ada cahaya
"Iya, Ray"
"Kamu mau kuliah dimana?"
Lama Regy terdiam sampai akhirnya ia menjawab "Belum tahu, kamu?".
"Aku... mungkin Unand. Aku suka, tapi . . ." aku menggantung kalimat seakan susah melanjutkan kalimat itu.
"Gak usah dilanjutin. Aku tahu. Orang tua kamu kan Ray?"
"Iya" jawabku pendek dan berhenti melakukan aktivitas melempar kerikil "Kenapa aku harus nurutin kemauan mereka?" ujarku rapuh.
"Ray. . ." Regy meraih pundak Raya dan memutarnya menghadap Regy ". . .aku percaya kemampuan kamu. Lakukan buat kamu sendiri. Itu akan terlihat menyenangkan".
Raya masih melongo. Regy melanjutkan "Jadilah seperti yang kamu ingin karena kamu hanya memiliki satu kehidupan dan kesempatan untuk melakukan hal yang kamu inginkan".
Mata Raya terasa panas. Perkataan Regy berhasil membuat pikirannya berputar berusaha mencari titik terang sampai kapan dan dimana ia akan berhenti nantinya.
Raya tersenyum dan menatap Regy lekat-lekat. Kemudian telapak tangan Raya terasa hangat, ada sesuatu yang menggenggamnya erat. Sosok itu membalas senyumnya.
Sabtu, 23 Februari 2013
Only we know?
Aku melihat-lihat sekitar, tidak ada seorang pun kecuali kamu dan aku. Di sini dan sekarang.
Ada senyum di wajahku Mengetahui bahwa segala sesuatu yang kita lalui bersama-sama. Itulah cara kita. Kita lebih baik dari baik-baik saja.
Berjalan di antara hujan menuju matahari terbenam. Hidup seperti tidak ada yang tersisa untuk kehilangan.
Mengejar tambang emas, melintasi garis-garis halus yang kita tahu.
Menunggu dan mengambil napas lega. Aku akan berada di sini selamanya. Setiap langkah aku berjalan di antara hujan dengan kamu.
Bawa aku sekarang ke dunia tempat yang indah. Ketika dinding turun kamu akan tahu aku di sini untuk tinggal. Tak berpindah. Tidak ada yang akan berubah.
Aku berjalan diantara hujan dengan kamu.
Sekarang..
Aku berjalan melintasi tanah kosong. Aku tahu jalur ini seperti
punggung tanganku. Aku merasa bumi di bawah kakiku. Memang benar seperti itu kan?
Hal sederhana di mana melihat kamu pergi. Dan aku ingin slalu menjadi bayangmu yang ingin slalu ikut.
Aku mulai lelah dan aku memerlukan tempat untuk beristirahat. Aku datang ke sebuah pohon tumbang. Aku merasa cabang itu menatapku.
Apakah ini tempat yang kita tuju?
Apakah ini tempat yang telah aku mimpikan?
Andai kamu memiliki waktu satu menit pun, kenapa kita tidak pergi bicara tentang suatu tempat yang hanya kita tahu?
Ini bisa menjadi akhir dari semuanya.
Jadi kenapa kita ridak pergi?
Ke suatu tempat hanya kita yang tahu?
-RD