Aku sedang sibuk terfokus pada seseorang yang menanyakan harga obat didepanku saat ini. Sampai aku tidak melihat sekitar. Seseorang di sudut pintu menunggu dengan sabar untuk menanyakan suatu hal. Bapak paruh baya itu pun pergi setelah mendapat obatnya.
Aku berpaling pada sosok di sudut pintu tadi yang bergerak ke arahku. Aku tertegun, kaku, tidak bisa bergerak. Hanya bola mataku menatap lurus ke depan. Pikiranku sedang mencerna, pemandangan apakah yang sedang dipantulkan kedalam mataku? Dan otakku memproses. Ya, dia adalah teman sekolah dasarku yang sempat aku sukai dua tahun. Itu adalah zaman cinta monyet.
Dia berbicara, melepas tatapanku yang bingung.
"Hey teman SD" ujarnya
Aku agak lambat merespon "Eh, iya" tersenyum
"Ada obat buat kaligato res?"
"Bentar ya, aku tanya dulu" ujarku melangkah kebelakang dengan senyum yang sulit dijelaskan. Aku bertanya pada Ibu, "Bu, ada obat kaligato?"
Ibuku menjawab "Dak ada, Dian"
Aku kembali ke depan dengan rasa campur aduk yang aku tahan. Aku mulai mengumpulkan nafas untuk berbicara.
"Dak ada, van"
"Oh iyalah res" ujarnya tersenyum
"Sekarang tinggal dimana?"
"Jauh Res" dia tertawa kecil
"Ohh. ."
"Aku pulang dulu ya, Res"
"Oh, iya van"
Aku melihat punggungnya berbalik menuju motor biru hitam nya yang semakin menjauh.
Ini pertemuan yang kebetulan. Aku senang, tetapi aku sedih. Dia mengingatkan aku ke memori 6 tahun yang lalu. Ini tiga kalinya kita berbicara percakapan singkat selama rentang waktu enam tahun. Terimakasih sudah memunculkan wajahmu walau sebentar setelah lima tahun dari saat kita lulus SD.
Teruntuk teman spesialku, Ivan Hendrian Purba.